CITCET.com – Dalam dekade mendatang, lompatan teknologi di China mengubah wajah pabrik: humanoid robot yang canggih kini bekerja seperti manusia, bahkan jauh melampaui batas-batas jam kerja manusia.
1. Revolusi Robotik dalam Manufaktur China
China-melalui startup seperti MagicLab,UBTech,AgiBot, dan Unitree, memimpin pengembangan robot-humanoid untuk industri. Di pabrik pintar Zeekr milik Geely di Ningbo, ratusan robot Walker S1 dari UBTech bekerja sebagai tim—mengangkut bahan, menyortir komponen, dan merakit part mobil—secara sinkron dan autonom.
AgiBot di Shanghai bahkan telah memproduksi lebih dari 1.000 robot pada tahun 2024, dan terus melakukan pelatihan intensif sepanjang hari agar robot bisa belajar langsung dari lingkungan kerja nyata.
2. Kerja Non‑Stop 24 Jam
Produktivitas robot humanoid didorong secara masif: robot bekerja hingga 24 jam, menyediakan data riil bagi pelatihan AI embodied. Salah satu demonstrasi menunjukkan robot melayani dua shift penuh tanpa kesalahan selama lebih dari 3 jam melakukan tugas logistik kompleks.
Dengan desain berbasis “super brain” dan “mini‑brain”, robot dapat berbagi skill secara real-time dalam jaringan cloud, memungkinkan skala aplikasi cepat di seluruh pabrik industri.
3. Dampak Ekonomi & Industri
Pemerintah China mendukung era ini dengan dana besar (lebih dari US$20 miliar), subsidi provinsi, dan pengadaan pemerintah, menjadikan biaya robot turun signifikan—sebagai rendah US$12.000–30.000 per unit dalam produksi massal.
Market humanoid lokal diperkirakan mencapai 2,76 miliar yuan pada 2024, dan berpotensi menjangkau 75 miliar yuan pada 2029—mewakili sepertiga dari pasar global.
4. Keunggulan Human-Like dibanding Robot Industri Tradisional
Berbeda dari robot industri stasioner, robot humanoid mirip bentuk manusia dan memiliki adaptabilitas tinggi. Mereka bisa bekerja di lorong sempit, memanjat tangga, melakukan inspeksi halus, dan menangani barang dengan presisi tangan manusia—kemampuan yang sulit dicapai oleh robot konvensional.

Robot seperti Kepler-K2 dapat mengangkat beban hingga 30kg dan bekerja 8jam penuh hanya degan 1jam pengisian daya.
5. Tantangan dan Masa Depan
Meskipun revolusioner, robot ini menghadapi kendala: harga tinggi ($40.000–50.000 per unit), durasi kerja terbatas karena baterai, dan keterbatasan dalam lingkungan yang ekstrem.
Namun pengembangan generasi selanjutnya seperti Walker S2 dari UBTech menjanjikan fitur auto-charging, dexterity lebih baik, dan efisiensi biaya—dengan target mass production pada 2025–2026.
6. Dampak Sosial dan Etika
Penggunaan robot-humanoid memicu ke khawatiran soal penggantian tenaga krja manusia. Pemerintah menanggapi dengan mendorong sistem asuransi pengangguran dan mengampanyekan robot untuk tugas berbahaya atau berulang—bukan menggantikan manusia sepenuhnya.
Namun, publikasi dan diskusi global menyoroti kemungkinan risiko keamanan dan etika jika adopsi humanoid semakin luas.
7. Gambaran Visual Robot di Pabrik
Foto-foto dari pabrik-pabrik di China menampilkan robot seperti Walker S1 sedang bekerja dalam barisan, mengangkat kotak, dan menavigasi lantai produksi 5G milik Zeekr. Robot tampak sgap, sinkron, dan di foto bersamaan seperti pekerja shift–mencerminkan integrasi robot dalam operasi industri-nyata.

Kesimpulan
Robot-humanoid China sekarang ini bukan lagi hanya sekadar konsep masa-depan, akan tetapi adalah bagian aktif dari revolusi industri nyata. Bekerja tanpa henti 24 jam, berpindah-pindah tugas, belajar dan berbagi kemampuan secara instan. Efisiensi tingi juga keandalan kerja mereka menarik investasi-besar serta menghadirkan solusi bagi tantangan demografis dan tenaga-kerja dinegaranya.
Walau seiring itu muncul pertanyaan soal penggantian tenaga manusia dan implikasi sosial-ekonomi. Di sisi lain, robot ini membuka era baru di mana manusia mungkin akan lebih fokus pada kreativitas, inovasi, dan pengelolaan—sementara tugas berulang diserahkan ke robot cerdas.